Model
pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja
sama dengan teman, bahwa teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang
lemah. Dan setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi
kelompok. Para siswa juga mendapat kesempatan untuk bersosialisasi.
Tipe – tipe model pembelajaran kooperatif :
@ TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah
penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada
model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat
individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan
selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota
kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan
sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan
memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa
bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan
menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan
sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah
ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat
nilai sempurna.
Model pembelajaran koopertif TAI memiliki kekurangan dan kelebihan.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif TAI, Slavin (1995:101)
menyatakan bahwa belajar kooperatif TAI mempunyai kelebihan sebagai berikut :
1.
Meningkatkan hasil belajar siswa.
2.
Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa.
3.
Mengurangi perilaku yang mengganggu.
4.
Program ini dapat membantu siswa yang lemah.
Selain memiliki kelebihan model pembelajaran kooperatif TAI juga memiliki
kekurangan, yaitu :
@ Di butuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat
pembelajaran.
@ Dengan jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan mengalami
kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada siswanya.
@ STAD (Student Teams Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke
dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan
presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu
digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini
walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama
untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di
kelas, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran
kooperatif STAD ini kepada siswa.
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian
pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe
STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1995:17) diantaranya sebagai
berikut:
1.
Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
2.
Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat
untuk berhasil bersama.
3.
Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih
meningkatkan keberhasilan kelompok.
4.
Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan
kemampuan mereka dalam berpendapat.
Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki
kekurangan-kekurangan, menurut Dess (1991:411) diantaranya sebagai berikut:
1.
Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga
sulit mencapai target kurikulum.
2.
Membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau
menggunakan pembelajaran kooperatif.
3.
Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak
semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.
4.
Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya
sifat suka bekerja sama.
@ Round Table atau Rally Table
Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally
Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya
kata-kata yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian
menuliskan satu kata secara bergiliran.
@ Jigsaw
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan pertama kali oleh Elliot
Aronson dan koleganya di Universitas Texas (Ibrahim dkk., 2000 dan Ratumanan,
2002). Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, siswa bekerja dalam kelompok
seperti pada STAD. Siswa diberi materi untuk dipelajari. Masing-masing anggota
kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi “ahli (expert)” pada suatu
aspek tertentu dari materi. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” dari
kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik mereka dan kemudian
kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada
teman sekelompoknya. Terakhir diberikan tes atau assesmen yang lain pada semua
topik yang diberikan.
Kelebihan
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw :
Menurut
Ibrahim dkk (2000) menyatakan bahwa belajar kooperatif dapat mengembangkan
tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat
mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa lebih banyak belajar dari teman
mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru. Ratumanan (2002)
menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw :
Beberapa hal yang bisa menjadi kendala aplikasi model ini dilapangan yang
harus kita cari jalan keluarnya, menurut Roy Killen (1996), adalah:
1. Prinsip utama pola
pembelajaran ini adalah ‘peer teaching” pembelajaran oleh teman sendiri, akan
menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan
didiskusikan bersama dengan siswa lain.
2. Dirasa sulit meyakinkan siswa
untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada teman, jika siswa tidak
memiliki rasa kepercayaan diri.
3.
Rekod siswa
tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh pendidik
dan ini biasanya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengenali tipe-tipe
siswa dalam kelompok tersebut
4. Awal penggunaan metode ini
biasanya sulit dikendalikan, biasanya membutuhkan waktu yang cukup dan
persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada
kelas yang besar ( lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit, tapi bisa diatasi
dengan model team teaching.
@ Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)
Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen
(2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya
kepada anggota kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse
jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi
yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas.
@ NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama
Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri
mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan
dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan
jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1
sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut
menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan
memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi
@ TGT (Team Game Tournament)
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan
turnamen mingguan. Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling
berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi
poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat
permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar
siswa.
@ Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga
three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada
langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini,
kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di
kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai
pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah
wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan
sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai
menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran,
selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil
wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model
pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk
mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).
@ Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)
Model
pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat
guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi
berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat
diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa
dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota
lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah
diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia
misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan
mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengklarifikasi.
@ Group Investigation
Dasar-dasar metode group investigation (investigasi kelompok) dirancang
oleh Herbert Thelen, selanjutnya dikembangkan oleh oleh Sharan dan
kawan-kawannya. Dibandingkan dengan model STAD dan Jigsaw, group
investigation merupakan model pembelajaran yanglebih kompleks dan paling sulit
dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Pada model group investigation, sejak
awal siswa dilibatkan mulai dari tahap perencanaan baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi.
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe group investigation :
1. Peningkatan belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata
pelajaran, dan aktivitas belajar.
2. Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa
menjadi terangsang dan lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa
kebersamaan dalam kelompok, sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi
dengan bahasa yang lebih sederhana.
3. Pada saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih
bersemangat dan berani mengemukakan pendapat.
4. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih
giat dan lebih termotivasi.
5. Penerapan pembelajaran kooperatif dapa membantu siswa mengaktifkan
kemampuan latar belakang mereka dan belajar dari pengetahuan latar belakang
teman sekelas mereka (Nur, 1998:9)
6.
Siswa
dapat belajar dalam kelompok dan menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas
kompleks, serta dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam
memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk
terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran
kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif,
dan tidak memiliki rasa dendam (Davidson dalam Noornia, 1997:24)
7. Dapat menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan
tugas.
Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe group investigation :
1.
Pembelajaran
dengan model kooperatif tipe GI hanya sesuai untuk diterapkan di kelas tinggi,
hal ini disebabkan karena tipe GI memerlukan tingkatan kognitif yang lebih
tinggi.
2. Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang
memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh
peran anggota kelompok yang pandai lebih dominan.
3. Adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih tinggi
dengan kelompok yang memiliki nilai rendah.
4.
Untuk
menyelesaikan materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif akan memakan
waktu yang lebih lama dibandingkan pembelajaran yang konvensional, bahkan dapat
menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada apabila
guru belum berpengalaman.
5. Guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat
menerapkan belajar kooperatif tipe GI dengan baik.
@ Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)
Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal
balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik
atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran
kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat
berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah
teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akan bergantian membaca teks dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik
(feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa
untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti
mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran
kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa
dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya.
Kelebihan Pembelajaran Reciprocal teaching menurutNur Hayati (2009) :
Melatih kemampuan siswa belajar mandiri. Dengan merangkum siswa terlatih
untuk menemukan hal-hal penting dari apa yang siswa pelajari. Dengan siswa
membuat pertanyaan dan menyelesaikan pertanyaan tersebut, dikatakan bahwa
reciprocal teaching dapat mempertinggi kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah.
Kelemahan pendekatan reciprocal teachingdiantaranya:
Terletak pada Siswa dengan kesulitan dekoding atau merangkai kata-kata dan
mereka merasa tidak nyaman atau malu ketika bekerja dalam kelompok yang
terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang
cukup banyak.
@ CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated
reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang
untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan
berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar.
Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya
mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang
keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi
(naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional
pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis
keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di
dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading
group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana
“membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal
balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas
pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral
reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan,
menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita,
hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil
kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim)
kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan
menyelesaikan tugas membaca dan menulis.
@ The Williams
Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan
kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan
pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara
heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan
yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang
memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
@ TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) Tipe model
pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk
berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan
waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah
mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing.
Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan
atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.
@ TPC (Think Pairs Check)
Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari
tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka
diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat
berada dalam pasangan.
@ TPW (Think Pairs Write)
Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan
variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share).
Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka
berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan
terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran
kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.
@ Tea Party (Pesta Minum Teh)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua
lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama
lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja)
dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan
dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak
searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru
kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah
seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih
pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa
diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti
bila diadakan tes.
@ Write Around (Menulis Berputar)
Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk
menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan
sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu
akan meminta hadiah berupa). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk
menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi
tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka
terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat
lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau
tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka
untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu,
kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around
adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.
Round Robin Brainstorming atau Rally Robin
Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming
misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia)
untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang
termasuk ke dalam kategori tersebut.
@ LT (Learnig Together)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk
oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas.
Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan
pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model
pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap
kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan
kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka
bekerjasama dalam kelompok.
@ Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)
Pada
dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model
pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus
bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang
merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe
STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah
tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini,
yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3)
kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang
menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan
apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung
pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model
pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau
bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena
skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka
sebelumnya.
@ Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat
dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di
kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three
stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal
satu berpencar). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two
stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi
informasi dengan kelompok-kelompok lain.
@ Snowball Throwing
Metode Snowball Throwing merupakan
salah satu model pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran tersebut
mengandung unsur-unsur pembelajaran kooperatif. Snowball artinya bola salju
sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing dapat
diartikan sebagai metode pembelajaran yang menggunakan bola pertanyaan dari
kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara
bergiliran di antara sesama anggota kelompok.
Maka berdasar pada uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan snowball throwing yaitu metode pembelajaran
yang didalam terdapat unsur-unsur pembelajaran kooperatif sebagai upaya dalam
rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Kelebihan pembelajaran dengan metode Snowball Throwing sebagai
berikut:
1. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada
materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.
2. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran
yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman
sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan,
pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam
kelompok.
3. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada
teman lain maupun guru.
4. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.
5. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan
dalam pelajaran tersebut.
6. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.
7. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan suatu
masalah.
8. Siswa akan memahami makna tanggung jawab.
9. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,
budaya, bakat dan intelegensia.
10. Siswa akan terus termotivasi
untuk meningkatkan kemampuannya.
Kelemahan/Kekurangan Metode Snowball Throwing:
1.
Sangat bergantung pada kemampuan siswa dalam memahami
materi sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit. Hal ini dapat dilihat
dari soal yang dibuat siswa biasanya hanya seputar materi yang sudah dijelaskan
atau seperti contoh soal yang telah diberikan.
2. Ketua kelompok yang
tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu
menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi
sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan
materi pelajaran.
3. Tidak ada kuis
individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat
berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama. tapi tdk menutup
kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan
penghargaan kelompok.
4.
Memerlukan waktu yang panjang
5.
Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar.
6.
Kelas sering kali
gaduh karena kelompok dibuat oleh murid.
2.
MODEL PEMBELAJARAN HUMANISTIK
Model pembelajaran humanistik memandang siswa sebagai subjek yang bebas
untuk menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat bertanggungjawab
penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Beberapa pendekatan
yang layak digunakan dalam metode ini adalah pendekatan dialogis,
reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak siswa untuk berpikir
bersama secara kritis dan kreatif. Guru tidak bertindak sebagai guru yang hanya
memberikan asupan materi yang dibutuhkan siswa secara keseluruhan, namun guru
hanya berperan sebagai fasilitator dan partner dialog. Pendekatan reflektif mengajak
siswa untuk berdialog dengan dirinya sendiri, artinya siswa ini dituntut untuk
berkreativitas sendiri dalam kegiatan belajar yang dilakukannya tentunya dengan
arahan dari guru. Pendekatan ekspresif mengajak siswa untuk mengekspresikan
diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian
guru tidak mengambil alih tangungjawab, melainkan sekedar membantu,
mendampingi, dan mengarahkan siswa dalam proses perkembangan diri, penentuan
sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Tipe – Tipe Model Pembelajaran Humanistik
@ Humanizing of the classroom
pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sebagai
suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep
dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
@ Active learning
menjelaskan bahwa belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan
sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar
pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai
masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara
belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan
melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan
mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat,
diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan cara
untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. Belajar
aktif cenderung bersifat, menyenangkan, menarik, dan menuntut siswa untuk
cepat.
@ ·Quantum learning
merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan
inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya,
quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar
dan emosinya secarabaik, maka mereka akan mampu membuat loncatan prestasi yang
tidak bisa terduga sebelumnya dengan hasil mendapatkan prestasi bagus. Salah
satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan
berlangsung dalam suasana gembira, sehingga jembatan yang ada di otak akan
mampu menyerap informasi baru dan dapat terekam dengan baik.
@ ·The accelerated learning
merupakan pembelajaran yang berlangsung secara cepat, menyenangkan,
dan memuaskan. Dalam model ini, guru diharapkan mampu mengelola kelas
menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI).
Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan
bergerak dan berbuat). Auditory adalalah learning by talking and hearing
(belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by
observing and picturing (belajar dengan mengamati dan mengambarkan).
Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting
(belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
3.
MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional
atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan
sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses
belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional
ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas
dan latihan. Ada beberapa macam metode yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran, diantaranya:
·
Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran yang
cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik
dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Peranan guru dan murid
berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan
secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta
mencatat pokok persoalan yang diterangkan oleh guru-guru. Dalam metode ceramah
ini peranan utama adalah guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode
ceramah bergantung pada guru tersebut.
·
Metode Tanya Jawab
Metode ini adalah metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru
bertanya sedangkan siswa menjawab tentang bahan metari yang ingin diperolehnya.
Metode ini layak dipakai bila dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah
lalu, sebagai selingan dalam menjelaskan pelajaran, untuk merangsang siswa agar
perhatian mereka lebih terpusat pada masalah-masalah yang sedang dibicarakan,
dan untuk mengarahkan proses berfikir siswa.
·
Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan alat peraga
(meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan
bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan tertentu kepada
siswa.
·
Metode Kerja Kelompok
Istilah
kerja kelompok mengandung arti bahwa siswa-siswa dalam suatu kelas di bagi ke
dalam beberapa kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan
bersama.
·
Metode Karyawisata
Metode ini adalah suatu metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak
para siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada
kaitannya dengan pokok bahasan. Dan metode ini memiliki kelebihan, seperti
memberi perhatian lebih jelas dengan peragaan langsung, mendorong anak mengenal
lingkungan dan tanah airnya.
·
Metode mengajar konvensional
Metode ini
adalah suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan
secara umum, seperti metode mengajar modul, berprogram, pengajaran unit, masih
merupakan metode yang baru dikembangkan dan diterapkan dibeerapa sekolah
tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guru-guru yang
ahli menanganinya.
4.
MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INSTRUCTION)
model pembelajaran langsung merupakan sebuah model pembelajaran yang
bersifat teacher centered (berpusat pada guru). Saat melaksanakan model
pembelajaran ini, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
yang akan dilatihkan kepada siswa, selangkah demi selangkah. Guru sebagai pusat
perhatian memiliki peran yang sangat dominan. Karena itu, pada direct
instruction, guru harus bisa menjadi model yang menarik bagi siswa. Perlu
diketahui dalam prakteknya di dalam kelas, direct instruction (model
pembelajaran langsung) ini sangat erat berkaitan dengan metode ceramah, metode
kuliah, dan resitasi, walaupun sebenarnya tidaklah sama (tidak sinomim). Model
pembelajaran langsung atau direct instruction menuntut siswa untuk mempelajari
suatu keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan
selangkah demi selangkah.
Ciri-Ciri/Karakteristik Direct Instruction (Model Pembelajaran Langsung)
Model pembelajaran langsung ini tentu saja dapat dibedakan dari model
pembelajaran lainnya karena ia memiliki karakteristik atau ciri-ciri
tersendiri. Berikut beberapa karakteristik/ciri-ciri model pembelajaran
langsung:
v Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur
penilaian hasil belajar.
v Adanya sintaks atau pola keseluruhan kegiatan pembelajaran.
v Adanya sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar
kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan baik.
Pada umumnya, para ahli teori pembelajaran pada umumnya membedakan
pengetahuan ke dalam dua (2) jenis, yaitu pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural.
1)
Pengetahuan Deklatarif
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan ‘mengenai sesuatu’ dan dapat
diungkapkan dengan kata-kata. Contoh pengetahuan deklaratif misalnya bahwa
‘presiden RI dipilih melalui pemilu yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.’
Contoh lain, ‘di dalam daun terdapat mesofil daun yang terdiri dari jaringan
palisade dan jaringan spons.’
2)
Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang ‘bagaimana melakukan
sesuatu.’ Contoh pengetahuan prosedural misalnya, ‘bagaimana tata cara dan
langkah-langkah pelaksanaan pemilu di Indonesia’. Atau, ‘bagaimana cara
melakukan pengamatan struktur anatomi daun untuk melihat jaringan palisade dan
jaringan spons yang menyusun mesofil daun’.
Model
pembelajaran langsung tediri dari 5 fase :
a)
Menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan siswa.
Pada fase pertama ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran khusus, memberi
informasi tentang latar belakang pembelajaran, memberikan informasi mengapa
pembelajaran itu penting, dan mempersiapkan siswa baik secara fisik maupun
mental untuk mulai pembelajarannya.
b)
Mendemostrasikan pengetahuan atau keterampilan.
Pada fase kedua ini guru berperan sebagai model dengan mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan secara benar, ia harus menyajikan informasi
secara bertahap selangkah demi selangkah sesuai struktur dan urutan yang benar.
c)
Membimbing pelatihan.
Pada fase ketiga guru harus memberikan bimbingan dan pelatihan awal agar
siswa dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan yang sedang diajarkan.
d) Mencek pemahaman dan memberikan balikan (umpan balik).
Pada fase keempat ini guru melakukan pengecekan apakah siswa dapat
melakukan tugas dengan baik, apakah mereka telah menguasai pengetahuan atau
keterampilan, dan selanjutnya memberi umpan balik yang tepat.
e)
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan
dan penerapan.
Pada fase
terakhir (kelima) ini guru kemudian menyediakan kesempatan kepada semua siswa
untuk melakukan latihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada
situasi yang lebih kompleks atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Kelebihan model pembelajaran langsung:
1. Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan
urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus
mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa
2. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
3. Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan
yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
4. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan
faktual yang sangat terstruktur.
5. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.
6. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu
yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
7. Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran
(melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan
antusiasme siswa.
8. Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada
siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam
menyusun dan menafsirkan informasi.
9. Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan
lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang
pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak
merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan.
10. Model pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model
pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana
suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan
bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.
11. Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner
dalam memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif
alternatif” yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren
dalam pemikiran sehari-hari.
12. Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya
ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok
belajar dengan cara-cara ini.
13. Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia
secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil
penelitian terkini.
14. Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa
tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori
(yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).
15. Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari
suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting
terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam
melakukan tugas tersebut.
16. Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi
apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
17. Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru
sehinggaguru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
Kekurangan Model Pembelajaran Langsung:
1. Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan
mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal
tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
2. Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam
hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya
belajar, atau ketertarikan siswa.
3. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif,
sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal
mereka.
4. Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi
pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap,
berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi
bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
5.
Terdapat
beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi
dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran
langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah,
kemandirian, dan keingintahuan siswa.
6. Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.
Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan
model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak
perilaku komunikasi positif.
7. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model
pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup
untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
8. Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai
bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau
dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara
pandang ini.
9. Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan
kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi
materi yang disampaikan.
10. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat
siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka
ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran
mereka sendiri.
11. Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah,
guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini
dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham.
12. Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa.
Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan
hal-hal yang dimaksudkan oleh guru
5.
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Pembelajaran
kotekstual ( CTL ) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Sistem CTL
adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran
akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan
pribadi, sosial, dan budaya.
Pembelajaran
kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan
elajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang
lebih bersifat konkret ( terkait dengan kehidupan nyata ) melalui keterlibatan
aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri.
Komponen Pembelajaran Kontekstual
CTL sebagai suatu model pembelajaran memiliki tujuh komponen.
Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan CTL. Selanjutnya ketujuh komponen ini akan dijelaskan
dibawah ini.
1)
Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Kontuktivisme merupakan
landasan berpikir ( filosofi ) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan ini memberi
makna melalui pengalaman yang nyata.
2)
Menemukan ( inquiry )
Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berpikir secara sistematis( Wina Sanjaya, 2008: 119 ).
Menemukan, merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan
memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
3)
Bertanya ( Questioning )
Unsur lain yang menjadi karekteristik utama CTL, adalah kemampuan dan
kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula
dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL.
Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan
siswa untuk bertanya atau kemampuan dalam menggunakan pertnyaan yang baik akan
mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.
4)
Masyarakat Belajar ( Learning
Community )
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan
kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti
yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh
dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman ( sharing ).
Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat
ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
5)
Pemodelan ( Modelling )
Yang dimaksud dengan modelling adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa( Wina
Sanjaya, 2008: 121 ). Modelling merupakan komponen yang cukup penting dalam
pembelajaran CTL, sebab melalui moelling siswa dapat terhindar dari pmbelajaran
yang teoritis –abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6)
Refleksi ( Reflection )
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir ke belakang tentang apa
yang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu, siswa mengendapakan apa yang
baru dipelajarinya sebagai stuktur pengetahuan yang baru yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa
diberi kesempatan untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah
dipelajarinya.
7)
Penilaian Sebenarnya (
Authentic Assessment )
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian
sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan
untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui
penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi
yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.
Dengan terkumpulnya berbagai datadan informasi yang engkap sebagai perwujudan
dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap
proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa.
kelebihan pembelajaran kontekstual adalah :
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
2.
Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
metode pembelajaran CTL menganut aliran kontruktivisme, dimana seorang siswa
diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”.
kelemahannya pembelajaran kontekstual adalah :
1.
Guru lebih intensif dalam membimbing karena
dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pisat informasi. Tugas guru
adalah mengelola sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai
individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang mmaksa
kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan perkembangannya.
2.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau mnerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadati dan
dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun
dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra
terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula.
0 comments:
Post a Comment