Humanisme Dalam Islam

Posted by Asrofy on 09:27



BAB 1
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Humanisme berarti martabat (dignity) dan nilai (value) dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuankemampuan alamiahnya secara penuh. Sementara, Renaissance merupakan terjemahan dari bahasa Italia, rinascimento berarti kelahiran kembali, kemudian berarti masa peralihan antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru yang dilhami oleh kebudayaan Eropa klasik (Yunani dan Romawi) yang lebih bersifat dunia. Dengan pendekatan historis dan metode content analysis, tulisan ini menyimpulkan bahwa kemunculan humanisme adalah untuk mengembalikan semangat dan kebebasan manusia dalam berkreasi seperti yang pernah terjadi pada masa Yunani dan Romawi kuno, sementara, Renaissance dilihat dari wilayah moral, mendatangkan malapetaka, karena aturan-aturan moral lama tidak lagi dihargai.
Pada abad pertengahan, pemikiran manusia memasuki periode yang sangat lama. Kira-kira 1500 tahun. Pada dasarnya filsafat pada periode ini dipengaruhi oleh Kristen. Selama periode yang panjang ini, filsafat boleh dikatakan tidak banyak menghasilkan penemuan. Pemikiran seperti direm. Yang mengeremnya adalah orang-orang Kristen atas nama agama Kristen. Akal dikekang dan dikungkung secara keterlaluan oleh agama Kristen. Periode ini sering disebut periode skolastik, filsafatnya disebit fiolsafat skolastisisme. Periode ini seolah-olah merupakan periode “balas dendam” terhadap merajalelanya akal pada periode sebelumnya. Periode ini juga disebut masa kegelapan bagi Eropa.
Pada abad pertengahan, manusia sepenuhnya berada dalam posisi pasif dan merasa tidak memiliki daya apapun tanpa ada kekuatan gaib. Bahkan untuk menyelamatkan diri dari kejahatan pun tidak ada jalan lain untuk mereka kecuali mengandalkan peninggalan-peninggalan suci. Hal ini terlihat bahwa manusia pada abad pertengahan ini, meyakini dirinya berada ditengah konflik yang terlihat dalam berbagai bentuk, antara lain terjadi dalam bentuk pertikaian antara dua ajaran moral, satu berbasiskan alam natural dan yang lain berbasiskan ketuhanan. Kadang juga dalam bentuk antara filsafat rasional dan filsafat samawi, dan akhirnya masyarakat abad pertengahan menyaksikan dirinya berada ditengah konflik antara institusi dunia dan institusi gereja. Dua wilayah agama dan dunia terpisah total satu dengan yang lain, sehingga tidak ada peluang ekspansi satu terhadap yang lain, atau pembauran antar keduanya. Seorang manusia kalau tidak “melangit” haruslah membumi, dengan kata lain kalau tidak meyakini kekuasaan alam gaib terhadap segala urusan hidupnya, maka dia harus memutuskan hubungannya dengan Tuhan dan ruh-ruh kudus. Jika menghargai jasmani dan urusan materinya, maka dia bukan lagi seorang rohaniawan, berarti telah memutuskan hubungan dengan Tuhan. Dengan demikian, kerangka berpikir yang dominan pada abad pertengahan dan tekanan kuat para elit gereja yang menganggap dirinya pengawas tatanan yang menguasai dunia dan telah mengintrogasi ideology para ilmuan dan menyeret mereka kepengadilan serta menganggap kegiatan ilmiah sebagai campur tangan setan, faktor-faktor inilah antara lain yang menjadi latar belakang munculnya renaissance yang telah melahirkan teriakan protes terhadap tradisi yang dominan pada abad pertengahan.
Islam mempunyai pandangan yang  unik dan komprehensif tentang kemanusiaan (Humanisme). Pandangan Islam mengenai nilai-nilai kemanusiaan diawali dengan semangat Pembebasan melalui konsep Tauhid. Yaitu pembebasan manusia dari segala seseuatu selain kepada Allah.  Menurut Nurcholish Majid Islam mempunyai  konsep  dan efek konsep dari pembebasan Tauhid.  Kedatangan agama Islam sebagai agama pembebas ketertindasan manusia dari penghambaan dunia diungkapkan oleh Ali Syariati.
Akhirnya datanglah Islam, mata rantai terakhir yang menyempurnakan agama–agama dalam sejarah, yang tampil dalm ajaran Tauhid dan kemenangan, yang menurut seorang prajurit Islam adalah “mengajak manusia pindah dari kerendahan bumi menuju ketinggian langit dan dari penyembahan manusia atas manusia kepada penyembahan manusia kepada Tuhan Semesta Alam.
2.      Rumusan Masalah
Berdasarkandari uraian tersebut di atas, dalam hal ini akan membahas tentang:
A.    Apa yang dimaksud dengan humanism di Islam dan di Barat?
B.     Bagaimana Renaissance di Eropa?
C.     Bagaimana kelahiran filsafat modern?
3.      Tujuan
Tujuan dari makalah secara garis besar tidak lain adalah untuk menambah wawasan para pembaca tentang apa saja yang menyangkut pembahasan
A.     Humnisme di Barat dan di Islam.
B.     Renaissance di Eropa
C.     Kelahiran filsafat modern
4.      Manfaat
Manfaat dari makalah ini tidak jauh yaitu agar para pembaca mengetahui:
A.    Bagaimana humanism di Barat dan di Islam
B.     Renessaince di Eropa
C.     Kelahiran filsafat modern

BAB 2
PEMBAHASAN
A.    Humanisme Dalam Islam dan di Barat
1.      Pengertian Humanisme
Pada dasarnya istilah humanisme mempunyai riwayat dan pemaknaan yang kompleks. Humanisme sebagai sebuah istilah mulai dikenal dalam wacana filsafat sekitar abad ke 19. Menurut K. Bertens, istilah humanisme pertama kali digunakan dalam literature di Jerman, sekitar tahun 1806 dan di Inggeris sekitar tahun1860. Humanisme diawali dari term humanis atau humanum (yang manusiawi) yang lebih jauh dikenal, yaitu mulai sekitar masa akhir zaman skolastik di Italia. Istilah humanis (humanum) tersebut dimaksudkan untuk menggebrak kebekuan gereja yang memasung kebebasan, kreatifitas, dan nalar manusia yang diinspirasi dari kejayaan kebudayaan Romawi dan Yunani. Gerakan humanis berkembang dan menjadi cikal bakal lahirnya renaissance di Eropa. Berdasarkan catatan sejarah, humanisme memperoleh pengakuan pada abad ke- 14 di Italia melalui pemajangan berbagai literature dan ekspresi seni Yunani dan Romawi pra Kristen, yang ditemukan kembali oleh para pastur, di dinding-dinding museum. Ciri khas humanisme adalah sikap keberagamaan yang inklusif. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai karya Plato dan Aristoteles yang mengusung kandungan moral dari Injil. Puncak dari humanisme jenis ini dicapai oleh Erasmus, seorang sarjana Belanda dari Rotterdam pada abad ke16. Model humanisme yang kedua dinamakan Neo Humanisme. NeoHumanisme berkembang pada abad ke-18 ketika para seniman, filsuf dan kaum intelektual melirik kembali masa Yunani dan Romawi klasik. Konsep humanisme dipandang memiliki kesamaan dengan konsep Yunani kuno tentang bentuk tubuh dan pikiran yang harmonis. Dari permulaan abad ke-19 dan seterusnya, humanisme dipandang sebagai prilaku social politik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lembaga-lembaga politik dan hukum yang sesuai dengan ide tentang martabat kemanusiaan. Humanisme sebagai sebuah term menuai berbagai pemaknaan, tergantung dari berbagai sudut pandang dan tinjauan yang digunakan. A. Lalande, menyebutkan beberapa pengertian humanisme, diantaranya ada yang saling bertentangan. Salah satu pengertian humanisme adalah gerakan humanis di Eropa yang memandang manusia dalam perspektif “manusiawi” belaka yang bertentangan dengan perspektif religious (agama). Dia juga menyebutkan pengertian humanisme sebagai pandangan yang menyoroti manusia menurut aspek-aspek yang lebih tinggi (seni, ilmu pengetahuan, moral, dan agama) yang bertentangan dengan aspek-aspek yang lebih rendah dari manusia. Ali Syariati menyebutkan pengertian humanisme sebagai himpunan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang berorientasi pada keselamatan dan kesmpurnaan manusia.
Secara umum, humanisme berarti martabat (dignity) dan nilai (value) dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya secara penuh. Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam. Gagasan ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan terbatas pada kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala hal saat ini, konsep humanism tidak lagi dihubungkan dengan orang-orang Eropa, yakni dengan kebudayaan Romawi dan Yunani Kuno. Humanisme berkembvang menjadi gerakan lintas budaya dan universal, dalam arti berbagai sikap dan kualitas etis dari lembaga-lembaga politik yang bertujuan membentengi martabat manusia.
2.      Humanism dalam Islam
Konsepsi berbagai masyarakat dan ideologi dunia mengenai humanism terbadi dengan berbagai macam aliran dan pandangan yang berbeda. Secara garis besar, konsepsi itu terbagi dalam dua kelompok yaitu:
a.          kelompok yang mengagungkan manusia secara berlebihan sehingga mendewakannya. Pandangan yang mengagungkan manusia secara berlebihan misalnya dijumpai dalam peradaban Yunani kuno. Peradaban itu mengemabangkan ajaran humanism yang kuat, dibangun atas dasar naturalism  yang berlebihan, sehingga terjadi pendewaan terhadap manusia.
b.      konsep merendahkan manusia sebagai makhluk yang hina dan berdosa. Yang menganggap rendah terhadap manusia misalnya kelompok masyarakat yang selalu menonjolkan pandangan bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah, penuh dosa, hina dan pandangan negatif lain yang tidak terpuji.
Humanisme dalam Islam ditegakkan di atas dasar kemanusiaan yang murni diajarkan al-Qur’an. Konsepsi Islam mengajarkan pada umatnya, bahwa Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidaklah menciptakan manusia dengan sia-sia. Dia telah mengaruniakan panca indera, akal dan fikiran serta menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sempurna lahir dan bathin. Humanisme dalam ajaran Islam tidaklah bersifat ekstrim seperti kedua pandangan di atas. Ia tidak mendewakan manusia dan juga tidak merendahkannya, Islam menempatkan manusia pada proporsi sebenarnya.
Manusia merupakan makhluk yang menerima amanah Tuhan agar dapat mengelola alam semesta bagi kesejahteraan bersama. Dengan demikian manusia menjadi makhluk yang paling baik dan sempurna, apabila melaksanakan amanah tersebut. Sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang hina apabila menghianati amanat itu dan berbuat kerusakan di muka bumi.
Menurut pandangan Islam, mulia atau rendahnya menusia tidak terletak pada wujudnya semata sebagai makhluk Tuhan, akan tetapi terletak juga bagaimana ia dapat menjadikan dirinya bermanfaat bagi sesama makhluk. Apabila manusia beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan sehingga mereka mampu berbuat banyak dalam mengelola alam maka ia menjadi makhluk terbaik. Sebaliknya apabila manusia ingkar dan berbuat kerusakan di muka bumi serta menghianati amanat yang luhur itu akan tercampak dalam kehinaan dan kenistaan.
Amanat Allah yang diberikan kepada manusia adalah merupakan landasan yang kokoh baginya agar berkiprah dalam kehidupan ini sehingga menjadi makhluk yang terbaik. Manusia sajalah yang dapat menduduki derajat yang tinggi itu, karena tidak ada makhluk lain yang dapat melaksanakan amanat yang agung itu. Humanisme dalam Islam didasarkan pada prinsip-prinsip yang nyata, fitri dan rasional. Ia melarang mendewakan manusia atau makhluk lain dan juga tidak merendahkan manusia sebagai makhluk yang hina dan berdosa.
Humanisme dalam ajaran Islam didasarkan pada hubungan sesama umat manusia, baik hubungan sesama muslim ataupun hubungan dengan umat lainnya. Humanisme Islam didasarkan pada : Saling mencintai, kasih sayang dan menjaga kebersamaan.
Allah swt. Berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”. (Q.S. al-Hujarat : 10).
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan mereka, kecuali bisikan dari orang yang menyuruh manusia bersedekah, atau berbuat yang ma’ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia”. (Q.S. al-Nisa : 114).
Berpegang teguh pada agama Allah, tidak berselisih, tidak bercerai berai dan selalu menghindari permusuhan. “Dan berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah dan jangan bercerai berai.”(Q.S. Ali Imran : 103).
“Janganlah kamu saling bermusuhan yang menyebabkan kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.” (Q.S. al-Anfal : 46).
3.      Sejarah Humanisme
Erasmus adalah salah seorang pelopor humanisme yang telah melakukan reformasi keagamaan dalam menghadapi eksklusivitas dan monopoli para elit gereja. Dia berjuang keras untuk menghapus peranan para penguasa gereja sebagai perantara antara Tuhan dan manusia. Dia mengatakan “jalan itu mudah dan terbuka untuk siapa saja. Bekal perjalanan kalian hanya jiwa yang bersih dan lapang serta adanya keimanan yang cemerlang dan murni dalam hati kalian”. Erasmus berpendapat bahwa kitab suci harus disosialisasikan kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah. Dia mengecam keras penyimpangan-penyimpangan theologis yang dilakukan oleh para elit gereja. Dari sisi lain Erasmus juga berusaha menciptakan ikatan yang erat antara era klsik dan ajaran-ajaran Kristen. Ia mengatakan bahwa “bukankah filsafat Al-Masih yang disebutnya sendiri sebagai kelahiran kembali, tidak lain adalah pengembalian fitrah manusia yang pada zaman azali sudah diciptakan dengan bentuk yang sesuai. Beliau juga mengatakan bahwa ajaran-ajaran era klasik menunjukkan kesucian fitrah manusia. Karena itu tidak sepatutnya ajaran-ajaran itu dihindari dengan alasan mengandung politheisme. Erasmus termasuk pencetus pandangan kompromisasi atau pandangan tentang toleransi. Pada abad-abad pertengahan, manusia diposisikan sebagai makhluk yang pasif dan tak punya ikhtiar apapun di depan para elit gereja. Akibatnya, pada era renaissance lahirlah sebuah gerakan dengan misi mengembalikan kebebasan manusia yang telah dinistakan. Mula-mula gerakan ini memperioritaskan reformasi keagamaan, dan setelah beberapa lama secara ekstrim gerakan ini menentang segala sesuatu yang dipaksakan dengan atas nama agama. Pencorengan citra agama yang dilakukan para penguasa gereja abad pertengahan telah menimbulkan sebuah gerakan yang bernama humanisme yang bermula pada era renaissance, sebuah gerakan yang menganggap kebahagiaan manusia hanya bisa dicapai dengan kembali kepada era klasik. Kaum humanis meyakini bahwa manusia pada era klasik telah mengandalkan potensi-potensi wujudnya tanpa keterikatan kepada agama, gereja, dan para penguasa gereja. Jalan kembali kepada era klasik bisa ditempuh melalui perhatian kepada kebudayaan dan kesusastraan klasik. Kaum Humanis memandang penekanan kepada ilmu logika dan ilmu-ilmu teoritas seperti ilmu metafisik sebagai sikap yang kurang patut. Mereka hanya berminat kepada bidang-bidang yang berfungsi langsung dengan kehidupan masyarakat, seperti retorika dan cabang-cabangnya termasuk politik, sejarah dan syair. Selain itu, mereka juga tertarik kepada bidang dialektika atau seni dialog. .secara umum, kaum humanis terikat kepada pemikiran mengenai kedudukan dan potensi manusia di dunia tanpa mempertimbangkan nasib manusia di alam azali. Pada masa kemunculan humanisme, dalam waktu singkat karya-karya sastra dan filsafat Yunani klasik sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan-terjemahan ini memiliki kecermatan yang lebih tajam ketimbang terjemahan yang dilakukan pada abad ke-12M dan 13M.
Guvarino menerjemahkan karya Strabon dan Plotarckh ke dalam bahasa Latin. Travarsory menerjemahkan karya-karya Divagnos Lairitos, Valla menerjemahkan karya-karya Herodotus, Tosilid, dan Iliad Homer, Proti menerjemahkan karya-karya Polybius,danVicino menerjemahkan karya-karya Plato dan Platinus. Di antara sekian karya-karya klasik itu, karya-karya Plato yang paling banyak memukau para humanis. Mereka mengapresiasi dan cemburu menyaksikan kebebasan orang-orang Yunani zaman Socrates yang bisa dengan leluasa mengupas berbagai persoalan agama dan politik yang paling sensitif. Carlo Masopini sedemikian keras mengapresiasi kebudayaan klasik era politis sampai-sampai dia berangan untuk berpaling dari keKristenan.
4.      Tokoh-tokoh Humanisme
Tokoh humanis Italia yang paling berkarya dan kontraversial ialah Pod Ju Bratcolini yang menulis surat-surat kepada Paus Martin V untuk melakukan pembelaan sengit terhadap dogma-dogma gereja. Tetapi kemudian dalam sebuah pertemuan eksklusif dengan segenap karyawan istana Paus, dia tak segan-segan menertawakan keyakinan-keyakinan Kristen. Dia menulis surat-suratnya dengan bahasa Latin yang tidak fasih namun memikat. Lewat surat-surat ini ia mencemooh ketidaksucian para ruhaniwan. KeKristenan, baik dari aspek thelogi maupun moral, sudah kehilangan pengaruhnya terhadap sebagian besar kaum humanis Italia. Kebebasan berpikir dan aktifitas masyarakat Yunani atau masyarakat Romawi zaman Augustine semakin bangkit kecemburuan mayoritas kaum humanis sehingga menggungcangkan keyakinan-keyakinan mereka sebelumnya kepada prinsip-prinsip Kristen yang menyangkut kerendahan diri, hasrat kepada dunia, dan ketakwaan. Mereka sendiri keheranan mengapa jiwa, raga, dan akal mereka harus tunduk kepada komando gereja, sementara orang-orang gereja sendiri bersenang-senang dan memuja dunia. Bagi kaum humanis, selang waktu sepuluh abad antara Costantine dan Dante merupakan masa yang tragis dan penyimpangan dari jalan yang benar. Legenda mengenai Santa Maria dan orang-orang suci lainnya terhapus dari benak mereka untuk kemudian digantikan dengan lagu-lagu dua jenis Horace, sedangkan gereja-gereja dengan segala kemegahannya mereka anggap sebagai Barbarisme. Inilah secara umum sikap kaum Humanis dimana keKristenan seakan-akan merupakan mitos.
Hal ini dapat dilihat bahwa dimata sebagian kaum humanis, agama dan pencerahan pemikiran merupakan dua kutub yang saling bertentangan. Agama adalah milik masyarakat awam, sedangkan bagi para pemikir, kepatuhan kepada agama merupakan prilaku yang menyalahi kebebasan berpikir. Mereka bukannya melenyapkan bencana akibat penyalah gunaan agama yaitu kerakusan, despotism (kezaliman) system gereja yang telah membendung nilai, ikhtiar, dan kebebasan manusia abad pertengahan, tetapi malah sekaligus penyerangan mencabut akar-akar agama dan keberagamaan. Sebagian besar kaum humanis sudah tidak lagi berpikir tentang alam transcendental, karena mengira pahala hanya terbatas pada kehidupan dunia, kaum humanis berusaha membuat patung-patung orang-orang yang sukses sebagai hadiah untuk mereka. Oleh karena itu, seni humanistic banyak mengacu kepada apa yang disaksikan dan jarang sekali memperlihatkan hasrat kepada ide-ide yang gaib dan tidak tampak oleh mata. Dengan kata lain, seni humanistic lebih merupakan seni realism yang tidak ada hubungannya dengan hakikat. Dari penjelasan tersebut tampak bahwa gerakan humanistic merupakan manifestasi dari perlawanan dan protes para cendekiawan Italia terhadap pemerintahan dictatorial para elit gereja dan kaum feodalis




B.     Renaissance di Eropa: gerakan ilmu dan kematian filsafat
1.      Pengertian Renaissance
Renaissance secara etimologi berasal dari bahasa Perancis yaitu renaissance yang merupakan terjemahan dari kata Italia rinascimento, maksudnya kelahiran kembali. Secara bebas kata Renaissance dapat diartikan sebagai masa peralihan antara abad pertengahan ke abad modern yang ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru yang dilhami oleh kebudayaan Eropa klasik (Yunani dan Romawi) yang lebih bersifat dunia. Periode ini dipandang sebagai penemuan kembali cerahnya peradaban Yunani dan Romawi yang dianggap sebagai “klasik” ketika keduanya mengalami masa keemasan. Pengertian riilnya adalah manusia mulai memiliki kesadaran-kesadaran baru yang mengedepankan nilai dan keluhuran manusia. Suasana dan budaya berpikirnya memang melukiskan “kembali” kepada semangat awal, yaitu semangat filsafat Yunani kuno yang mengedepankan penghargaan terhadap kodrat manusia itu sendiri. Zaman ini lebih merupakan gerakan kebudayaan dari pada aliran filsafat. Keluhuran dan kehebatan manusia tampak dalam ungkapan-ungkapan seni hasil karya manusia. Politik tidak lagi dipikirkan dalam kaitannya dengan iman dan agama, tetapi dengan politik itu sendiri, sebab politik mempunyai etika dan moralnya sendiri. Etika politik adalah etika kekuasaan, artinya tunduk pada pertimbangan-pertimbangan kestabilan dan keselamatan Negara, bangsa, pemerintahan dan kekuasaan. Bila abad pertengahan memegang teguh konsep ilmu pengetahuan sebagai rangkaian argumentasi, jaman renaissance merombaknya dengan paham baru, yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu adalah soal eksprimentasi. Pembuktian kebenaran bukan lagi pembuktian argumentative-spekulatif, melainkan eksprimental-matematis-kalkulatif. Di sini filsafat memegang fungsinya yang baru yaitu meletakkan dasar-dasar bangunan pengembangan aneka ilmu alam atau pasti yang merintis hadirnya teknologi-teknologi seperti yang kita nikmati sekarang ini.
2.      Latar belakang lahirnya Renaissance
Humanisme dan renaissance adalah dua gerakan yang tidak bisa dipisahkan, dan mempunyai keterkaitan yang erat.Humanisme bertujuan untuk menggebrak kebekuan gereja yang memasung kebebasan, kretifitas dan nalar manusia, sedangkan renaissance adalah pendobrakan manusia untuk setia dan konstan dengan jati dirinya, dengan kata lain manusia mulai memiliki kesadaran-kesadran baru yang mengedepankan nilai dan keluhuran manusia.
Latar belakang lahirnya Renaissance adalah Eropa mengalami masa kegegelan karena kepentingan pemikiran yang dikusai oleh para pemimpin Gereja. Middle Age merupakan zaman dimana Eropa sedang mengalami masa suram. Berbagai kreativitas sangat diatur oleh gereja. Dominasai gereja sangat kuat dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Kristen sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seolah raja tidak mempunyai kekuasaan, justru malah gereja lah yang mengatur pemerintahan. Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan gereja, tetapi hal-hal yang merugikan gereka akan mendapat balasan yang sangat kejam. Contohnya, pembunuhan Copernicus mengenai teori tata surya yang menyebutkan bahwa matahari pusat dari tata surya, tetapi hal ini bertolak belakang dari gereja sehingga Copernicus dibunuhnya.
Pemikiran manusia pada Abad Pertengahan ini mendapat doktrinasi dari gereja. Hidup seseorang selalu dikaitkan dengan tujuan akhir (ekstologi). Kehidupan manusia pada hakekatnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka tujuan hidup manusia adalah mencari keselamatan. Pemikiran tentang ilmu pengetahuan banyak diarahkan kepada theologi. Pemikiran filsafat yang berkembang pada masa itu sanagat di pengaruhi oleh gereja sehingga lahir filsafat scholastic, yaitu suatu pemikiran filsafat yang dilandasi pada agama dan untuk alat pembenaran agama. Oleh karena itu disebut Dark Age atau Zaman Kegelapan.
Dengan adanya berbagai pembatasan yang dilakukan pihak pemerintah atas saran dari gereja maka timbulah sebuah gerakan kultural, pada awalnya merupakan pembaharuan di bidang kejiwaan, kemasyarakatan, dan kegerejaan di Italia pada pertengahan abad XIV. Sebelum gereja mempunyai peran penting dalam pemerintahan, golongan ksatria hidup dalam kemewahan, kemegahan, keperkasaan dan kemasyhuran. Namun, ketika dominasi gereja mulai berpengaruh maka hal seperti itu tidak mereka peroleh sehingga timbullah semangat renaissance. Gerakan ini juga merupakan keinginan ksatria untuk mengembalikan kejayaan mereka seperti masa lalu, sehingga mereka dapat hidup dengan penuh kehormatan dan kejayaaan.
Zaman renaissance ini sering juga di sebut sebagai zaman humanisme. Maksud ungkapan ini adalah manusia diangkat dari abad pertengahan. Pada abad pertengahan itu manusia dianggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur berdasarkan ukuran dari gereja (kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia. Humanism menghendaki ukuran haruslah dari manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan  berfikir, maka humanism  menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan dunia. Jadi ciri utama renaissance adalah humanism, individualism lepas dari Agama (tidak mau di atur oleh agama), empirisme (zaman kebebasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan) dan rasionalisme (kebebasan dalam mengembangkan fikiran).
  Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Jules Michelet,kemudian dikembangkan oleh J.Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualism, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia sebagai periode yang di lawankan dengan periode Abad Pertengahan. Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang di mulai di Italia, kemudian di Francis, Spanyol, dan selanjutnya hingga  meyebar ke seluruh Eropa . Karya filsafat pada abad ini sering disebut filsafat Renaissance.
Kemunculan renaissance banyak memberikan realitas disegala aspek, perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang kongkrit dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah. Pada masa ini manusia berupaya memberikan porsi kepada akal secara mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar, karena ada keyakinan bahwa akal mampu menerangkan segala persoalan yang diperlukan, termasuk pemecahannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan adalah semakin besar kekuatan akal, akan semakin cepat melahirkan dunia baru, pada saat itu manusia dapat merasa puas atas dasar kepemimpinan akal yang sehat. Revolusi besar dalam ilmu pengetahuan baru terjadi pada zaman modern kurang lebih abad ke-17 namun renaissance dapat dianggap sebagai masa persiapan Renaissance bukanlah sebuah periode prestasi besar dalam filsafat, tetapi telah melakukan sesuatu yang pasti sebagai permulaan penting bagi kebesaran abad ke- 17. Pertama-tama, renaissance Italia meruntuhkan system skolastik yang rijid sebagai baju pengekang intelektual. Renaissance telah membangkitkan kembali pemikiran Plato, dan dengan cara demikian setidaknya menuntut pemikiran yang sangat independen sebagaimana yang dipersyaratkan untuk memilih antara Plato dan Aristoteles. Berkenaan dengan kedua filosof ini, renaissance telah mengembangkan ilmu pengetahuan asli dari tangan pertama yang terbebas dari komentar-komentar para Neoplatonis dan keterangan-keterangan daripada pengulas dari Arab.
Dampak dari renaissance dalam wilayah moral, mendatangkan malapetaka. Aturan-aturan moral lama tidak lagi dihargai. Namun dampak renaissance diluar wilayah moral, menunjukkan kelebihan-kelebihan yang luar biasa. Dalam arsitektur, lukisan dan gerabah, renaissance masih tetap terkenal sampai sekarang. Renaissance menghasilkan orang yang sangat besar seperti Leonardo,Michelangelo,dan Machiavelli.
Gerakan renaissance  merupakan sebuah gerakan yang sangat berpengaruh dalam perkembangan dan kemajuan manusia pada zaman itu hingga zaman sekarang. Dengan adanya gerakan ini manusia mempunyai kebebasan dalam mengembangkan diri dalam segala aspek dan segi tidak hanya dalam segi keagamaan saja, tetapi juga dalam segi ilmu pengetahuan, seni, budaya, penjelajahan, filsafat, dan berbagai macam disiplin ilmu lainnya.
3.      Tokoh-rokoh renaissance
Setiap gerakan baik besar atau kecil akan menghasilkan tokoh-tokoh yang tidak akan lepas dari sejarah pergerakan tersebut. Begitu pula renaissance, gerakan yang mampu mengubah cara berfikir eropa menjadi lebih maju dan modern juga mempunyai tokoh yang harus kita ketahui bersama. Pada zaman renaissance terdapat tokoh di berbagai bidang, baik itu di bidang seni dan budaya, ilmu pengetahuan, penjelajahan, ataupun di bidang filsafat. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah:
a.          Niccollo Machiavelly
Machiavelly lahir pada tahun 1469 di Florence, meninggal dunia tahun 1527 pada umur 58 tahun, ayahnya adalah seorang ahli hukum, tergolong anggota keluarga terkemuka tetapi tidak begitu berada.  Machiavelly  hidup pada saat puncak kejayaan renaissance di Italia, dan pada saat itu Italia masih terbagi-bagi dalam negara-negara kecil, berbeda dengan negara yang bersatu seperti Prancis, Spanyol atau Inggris. Karena itu tidak mengherankan jika pada masa ini Italia lemah secara militer  meskipun briliant dalam segi kultur.
Semasa hidupnya, Machiavelly menulis beberapa buku, yaitu;
1)      The discources upon the first ten books of  titus livius (pembicaraan terhadap sepuluh buku pertama tius livius).
2)      The art of war (seni berperang) dan lain lain.
b.         Lorenzo Valla  (1405-1457)
Lahir di Roma pada tahun 1405 dari keluarga ahli hukum. Salah satu ungkapannya yang sangat terkenal adalah ”Mengorbankan hidup demi kebenaran dan keadilan adalah jalan menuju kebajikan tertinggi, kehormatan tertinggi dan pahala tertinggi.”
Hasil karyanya antara lain adalah:
1)      De volupte (kesenangan) yang terbit pada tahun 1440, yang berisi kekagumannya pada etika Stoisisme yang mengajarkan pentingnya manusia itu mati raga (askese) dalam rangka mendapatkan keselamatan jiwa.
2)      De Libero Erbitrio (keinginan bebas) yang mengatakan individualitas manusia berakar pada kebesaran dan keunikan manusia, khususnya kebebasan sehingga kehendak awal Sang Pencipta tidak membatasi perbuatan bebas manusia dan tidak meniadakan peran kreatif manusia dalam sejarahnya.
3)      De falso credita et ementita Constantini donation declamation berisi tentang donasi hadiah kepada Sri Paus oleh Kaisar Constantinus sebenarnya palsu sebab dari sudut bahasa donasi itu jelas bukan gaya bahasa abad ke-4 melainkan abad ke-8.
c.             Dante Alighiere (1265-1321)
Dante lahir pada tanggal 21 Mei 1265 di Firenze, berasala dari keluarga kaya raya. Dia pernah menjadi prajurit Firenze, ingin negaranya dapat merdeka dari pengaruh tiga kerajaan yang lebih besar yaitu Kepausan, Spanyol dan Perancis. Dante mulai menjadi pengkritik dan penentang otoritas moral Kepausan yang dinilai tidak adil dan tidak bermoral. Puncaknya dia tuangkan dalam sebuah buku yang berjudul De Monarchia (On Monarchy) yang berisi tentang kedudukan dan keabsahan Sri Paus sebagai pemimpin spiritual tertinggi Gereja Katolik, mengapa sekaligus menjadi raja dunia (Kerajaan Kepausan) yang otoriter.
Hasil karya Dante antara lain adalah:
1)         La Vita Nuova (The New Life) berisi tentang gambaran pertumbuhan cinta manusia. Comedia yang ditulis ketika dia berada dalam pengasingan panjang di Revenna. Buku ini berisi tentang perjalanan jiwa manusia yang penuh kepedihan dalam perjalanan dari dunia ke alam gaib. Tokoh utamanya adalah Virgilius (nama sastrawan dari zaman Romawi kuno) yang setelah kematiannya harus melewati tiga fase yaitu inferno (neraka), purgatoria (pembersih jiwa), dan paradiso (surga).
C.     Kelahiran filsafat modern
1.      Latar belakang lahirnya filsafat modern
Secara historis abad modern dimulai sejak adanya krisis abad pertengahan.  Selama dua abad (abad 15M dan 16M) di Eropa muncul sebuah  gerakan yang menginginkan seluruh kejayaan filsafat dan kebudayaan kembali hadir sebagaimana pernah terjadi pada masa jayanya Yunani kuno. Gerakan tersebut dinamakan renaissance.
Renaissance berarti kelahiran kembali, yaitu lahirnya kebudayaan Yunani dan kebudayaan Romawi.
Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul keinginan yang kuat, sehingga memunculkan penemuan-penemuan baru dalam bidang seni dan sastra, dari penemuan tersebut sudah memperlihatkan suatu perkembangan baru. Manusia berani berpikir secara baru, antara lain mengenai dirinya sendiri, manusia menganggap dirinya sendiri tidak lagi sebagai viator mundi, yaitu orang yang berziarah di dunia ini, melainkan sebagai faber mundi, yaitu orang yang menciptakan dunianya.
 Pada saat itu gejala masyarakat untuk melepaskan diri dari kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa. Abad pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara bebas, manusia di nina bobokkan lebih kurang 1000 tahun lamanya.
Ciri utama renaissance dengan demikian adalah humanisme, individualisme, lepas dari agama. Manusia sudah mengandalkan akal (rasio) dan pengalaman (empiris) dalam merumuskan pengetahuan, meskipun harus diakui bahwa filsafat belum menemukan bentuk pada zaman renaissance, melainkan pada zaman sesudahnya, yang berkembang pada waktu itu sains, dan penemuan-penemuan dari hasil pengembangan sains yang kemudian berimplikasi pada semakin ditinggalkan agama kristen karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup tampak pada abad modern.
Zaman modern merupakan zaman tegaknya corak pemikiran filsafat yang berorientasi antroposentrisme, sebab manusia menjadi pusat perhatian. Pada masa Yunani dan abad pertengahan filsafat selalu mencari substansi prinsip induk seluruh kenyataan. Para filsuf Yunani menemukan unsur-unsur kosmologi sebagai prinsip induk segala sesuatu yang ada. Sementara para tokoh abad pertengahan, Tuhan menjadi prinsip bagi segala yang ada, namun pada zaman modern, peranan substansi diambil alih oleh manusia sebagai ‘subjek’ yang terletak di bawah seluruh kenyataan, dan memikul seluruh kenyataan yang melingkupinya. Oleh karena itu zaman modern sering disebut sebagai zaman pembentukan ‘subjektivitas’, karena seluruh sejarah filsafat zaman modern dapat dilihat sebagai satu mata rantai perkembangan pemikiran mengenai subjektivitas. Semua filsuf zaman modern menyelidiki segi-segi subjek manusiawi. Aku sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebebasan, pusat tindakan pusat kehendak, dan pusat perasaan. 
Filsuf paling awal meletakkan dasar filsafat secara modern dengan cara menyelidiki subjektivitas manusia dengan pendekatan rasio adalah Rene Descartes, melalui Descarteslah warna kemodrenan benar-benar hidup yang kemudian diikuti oleh filsuf-filsuf sesudahnya dengan mengembangkan aliran-aliran lain seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, pragmatisme, eksistensialisme, sampai pada munculnya filsafat analitik yang mempersoalkan kaidah bahasa dan penafsiran terhadap teks-teks dan bahasa.
2.      Perkembangan filsafat modern
Akhir abad ke 16 Eropa memasuki abad sangat menentukan dalam dunia perkembangan filsafat, sejak Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk menyusun suatu sistem filsafat dengan dunia yang berpikir dalam pusatnya, yaitu suatu sistem berpikir rasional. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme pada dasarnya ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan filsafat, dalam agama rasionalisme adalah lawan autoritas.
 Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada sejak Thales ketika merumuskan filsafatnya, kemudian pada kaum sofis dalam melawan filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles, dan beberapa filsuf sesudahnya. Dalam abad modern tokoh utama rasionalisme adalah Rene Descartes,
Sementara dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam filsafat berguna sebagai teori pengetahuan. Sebab Descarteslah orang yang membangun fondasi filsafat jauh berbeda bahkan berlawanan dengan fondasi filsafat abad pertengahan.
Dasar filosofis utama Descartes adalah bahwa perkembangan filsafat sangat lambat bila dibandingkan dengan laju perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambatnya perkembangan filsafat. Descartes ingin melepaskan dari dominasi gereja dan mengembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Dengan demikian corak utama filsafat modern yang dimaksud di sini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani kuno. Rasionalisme yang dikembangkan oleh Descartes, kemudian dikembangkan lagi oleh Spinoza, Leibniz dan Pascal.
 Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah empirisme. aliran ini lebih menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan peran akal dalam memperoleh pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Dalam menguatkkan doktrinnya, empisme mengembangkan dua teori, yaitu teori tentang makna yang begitu tampak pada pemikiran J. Locke  dalam buku An Essay concerning human understanding ketika ia menentang innate idea (ide bawaan) rasionalisme Descartes. Teori tentang makna kemudian dipertegas oleh D. Hume dalam bukunya Treatise Of Human Nature dengan cara membedakan antara idea dan kesan (impression).
Pada abad 20 kaum empirisis cendrung menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang teori makna berdekatan dengan positivisme logis. Oleh karena itu, bagi penganut empirisis jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama. Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut pengikut rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian mempunyai sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat institusi rasional. Empirisme menolak pendapat seperti itu, mereka menganggap bahwa kebenaran hanya aposteriori yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh empirisme yang eksis mengembangkan teori ini J. Locke, D. Hume dan H. Spencer.
   Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan kritisisme sudah terjebak pada paham eklusivisme, ke dua aliran ini sama-sama mempertahankan kebenaran, seperti rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, sementara empirisme mengatakan sumber pengetahuan adalah pengalaman, padahal masing-masing aliran ini memiliki kelemahan-kelemahan. Dalam kondisi seperti itu Immanual Kant tampil untuk mendamaikan kedua aliran tersebut, menurut Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua unsur yaitu ‘pengalaman inderawi’ dan ‘keaktifan akal budi’. Pengalaman inderawi merupakan unsur aposteriori (yang datang kemudian), akal budi merupakan unsur apriori (yang datang lebih dulu). Empirisme dan rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua unsur ini. Kant telah memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan sebuah sintesis.
Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam bidang filsafat dengan kritisismenya, diteruskan dengan lebih radikal lagi oleh pengikutnya.
 Para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu dicari suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan. Para idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant dan mereka menyangkal adanya ‘das ding an sich’ (realitas pada dirinya). Menurut mereka, Kant jatuh dalam kontradiksi dengan mempertahankan ‘das ding an sich’. Menurut Kant sendiri penyebab merupakan salah satu katagori akal budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan pada das ding an sich. Karena alasan-alasan serupa itu para idealis mengesampingkan ‘das ding an sich’. Menurut pendapat mereka tidak ada suatu realitas pada dirinya atau suatu realitas yang objektif. Realitas seluruhnya merupakan hasil aktivitas suatu subjek, yang dimaksud subjek di sini bukan subjek perorangan melainkan subjek absolut. Pemikiran idealisme dikembangkan oleh Fichte dengan idealisme subjektif, Schelling dengan idealisme objektif dan Hegel dengan idealisme mutlak.
Perkembangan filsafat idealisme yang menyetarafkan realitas seluruhnya dengan roh atau rasio menuai pesimisme dengan lahirnya positivisme. Aliran ini mulanya dikembangkan oleh A. Comte, menurut positivisme pengetahuan tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta, untuk itu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa bagi aliran ini, sehingga mereka menolak metafisika dan mengutamakan pengalaman, meskipun positivisme mengandalkan pengalaman dalam mendapatkan pengetahuan, namun mereka membatasi diri pada pengalaman objektif saja.
Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan positif berkembang pesat di Eropa dan Amerika. Salah satu metode kritis yang berkembang pada waktu itu yaitu munculnya filsafat fenomenologi sebagai sumber berpikir kritis. Fenomenologi adalah metode yang diperkembangkan oleh Edmund Husserl berdasarkan ide-ide gurunya Franz Brentano. Menurut Husserl bahwa objek harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskripsi fenomenologi yang didukung oleh metode deduktif, tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif mengkhayalkan fenomena berbeda, sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda.
Sementara di Amerika salah satu aliran filsafat berkembang adalah aliran pragmatisme. Aliran ini mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dan bermanfaat secara praktis. Ide aliran pragmatisme berasal dari William James, pemikiran James pada awalnya sederhana karena James melihat bahwa telah terjadi pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama sehingga tujuan kebenaran orang Amerikan terlalu teoritis, ia menginginkan hasil yang kongkret, untuk menemukan esensi tersebut maka harus diselidiki konsekwensi praktisnya. Pragmatisme kemudian dikembangkan oleh John Dewey, menurut Dewey filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran metafisika yang tidak ada manfaatnya. Dengan demikian filsafat harus berdasarkan pada pengalaman, kemudian mengadakan penyelidikan dan mengolahnya secara kritis sehingga filsafat dapat memberikan sistem norma dan nilai-nilai.
Filsafat kadang kala lahir tidak selamanya dalam keadaan normal, salah satunya adalah eksistensialisme. Lahirnya eksistensialisme berangkat dari suatu krisis kemanusiaan akibat perang dunia I terutama di Eropa barat, dalam bidang filsafat eksistensialisme mengkritik paham materialisme yang menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek. Manusia berpikir, berkesadaran inilah yang tidak disadari oleh materialisme. Dengan demikian manusia dalam pandangan materialisme melulu menjadi objek. Sementara idealisme sebaliknya, berpikir dan berkesadaran dilebih-lebihkan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran. Idealisme dalam hal ini hanya memandang manusia sebagai subjek. Aliran ini dikembangkan oleh Soren Kierkegaard kemudian diteruskan oleh Jean Paul Sartre.
Filsafat untuk abad sekarang bukan lagi barang baru dan momok yang harus ditakutkan oleh banyak orang, tetapi yang menjadi kendala dalam menyampaikan maksudmaksud filsafat kepada masyarakat secara luas yaitu bahasa. Filsuf dalam kondisi seperti itu harus menaruh perhatian besar guna menjelaskan kaidah-kaidah bahasa dalam filsafat agar mudah dipahami oleh masyarakat. Perhatian terhadap bahasa tersebut awalnya dilakukan oleh G.E. More, kemudian diteruskan oleh B. Russel dan Wittgenstein. Melalui Wittgenstein inilah muncul metode analisis bahasa. Metode analisis bahasa yang ditampilkan oleh Wittgenstein berhasil membentuk pola pemikiran baru dalam dunia filsafat. Tugas filsafat bukan saja membentuk pernyataan tentang sesuatu yang khusus, melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap logika bahasa.
 Filsafat dengan demikian sejak kemunculanya sampai sekarang telah memberikan warna menarik, terutama dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan sambil memberikan jawaban-jawaban kepada kita sebagai manusia yang hidup pada abad modern ini.

BAB 3
PENUTUP
A.    Simpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah sebagai berikut:
Humanisme adalah martabat dan nilai dari setiap manusia, dan semua upaya untuk menimgkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya secara penuh. Gerakan humanisme adalah gerakan yang merupakan manifestasi dari perlawanan dan protes para cendekiawan Italia terhadap pemerintahan dictatorial para elit gereja, yang memasung kebebasan, kreatifitas dan nalar manusia. Kemunculan humanisme adalah untuk mengembalikan semangat dan kebebasan manusia dalam berkreasi seperti yang pernah terjadi pada masa Yunani dan Romawi kuno.
Humanisme dalam Islam ditegakkan di atas dasar kemanusiaan yang murni diajarkan al-Qur’an. Konsepsi Islam mengajarkan pada umatnya, bahwa Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidaklah menciptakan manusia dengan sia-sia. Dia telah mengaruniakan panca indera, akal dan fikiran serta menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sempurna lahir dan bathin. Humanisme dalam ajaran Islam tidaklah bersifat ekstrim seperti halnya humanism di Barat. Menurut pandangan Islam, mulia atau rendahnya menusia tidak terletak pada wujudnya semata sebagai makhluk Tuhan, akan tetapi terletak juga bagaimana ia dapat menjadikan dirinya bermanfaat bagi sesama makhluk. Apabila manusia beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan sehingga mereka mampu berbuat banyak dalam mengelola alam maka ia menjadi makhluk terbaik. Sebaliknya apabila manusia ingkar dan berbuat kerusakan di muka bumi serta menghianati amanat yang luhur itu akan tercampak dalam kehinaan dan kenistaan.
Renaissance adalah lahirnya kembali orang Eropa untuk mempelajari ilmu pengetahuan Yunani dan Romawi kuno yang ilmiah. Sebelum renaissance bangsa Eropa mengalami zaman kegelapan. Dalam zaman ini, gereja berkuasa mutlak, ajaran gereja menjadi sesuatu yang tidak boleh dibantah. Dalam perkembangannya mulai muncul gerakan yang mencoba melepaskan dari ikatan tersebut, yang disebut gerakan renaissance. Dalam zaman itu pula, pemikiran-pemikiran ilmiah tenggelam oleh dogma-dogma gereja. Gerakan renaissance merupakan masa peralihan dari filsafat skolastik abad pertengahan dengan filsafat modern.Yang melatar belakangi lahirnya renaissance adalah adanya penindasan gereja, juga adanya perang salib, yang memberi peluang kepada ilmuan, seniman, kaum humanis untuk mendobrak tradisi lama dan mengembalikan kejayaan eropa pada jaman Romawi dan Yunani kuno. Dampak dari renaissance dilihat dari wilayah moral, mendatangkan malapetaka, karena turan-aturan moral lama tidak lagi dihargai. Jika dilihat di luar wilayah moral, menunjukkan kelebihan yang luar biasa yakni perkembangan ilmu pengetahuan.
Kehadiran filsafat abad modern yang diawali oleh gerakan renaissance berusaha mengembalikan eksistensi kemanusia yang hilang oleh tidur pajang 1000 tahun lebih. Abad modern ditandai oleh penemuan-penemuan besar dalam bidang ilmu pengetahun sehingga abad modern menjadi abad kembalinya subjektivitas dengan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya pada peranan akal. Munculnya aliran-aliran berbeda menunjukkan bahwa abad modern telah memperbaharui sudut pandang dogmatis manusia kepada pemahaman pluralis yang didukung oleh data dan fakta rasional dan empiris.  
B.     Kritik dan saran



                                                                                                                                         

Humanisme Dalam Islam
Posted at: 09:27

0 comments:

Post a Comment

MS