Hedonisme

Posted by Asrofy on 14:17

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia sebagai mahluk pencari kebenaran dalam perenungannya akan menemukan tiga bentuk eksistensi, yaitu agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat agama mengantarkan manusia kepada kebahagiaan abadi. Ilmu pengetahuan mengantarkan kepada kebenaran, dan filsafat membuka jalan untuk mencari kebenaran. Sehingga dalam filsafat mempelajari tentang kebahagiaaan atau hedonisme. Dimana hedonism adalah pencarian kesenangan atau kebahagiaan, akan tetapi Hedonisme ini mempunyai pengertian yang sangat banyak sehingga dalam makalah ini dipaparkan bagaimana pendapat para Filosof mengenai Hedonisme ini.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian hedonisme?
2.      Bagaimana pandangan para filosof mengenai hedonisme?
3.      Bagaimana pandangan islam mengenai hedonisme?






BAB II
PEMBAHASAN
HEDONISME
A.Pengertian Hedonisme                                                                 
            Hedonisme diambil dari bahasa Yunani he-donismos dari akar kata “Hedone”,artinya “Kesenangan”.Paham ini menyatakan bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada suatu kenikmatan adalah merupakan suatu tujuan dari tindakan manusia.Oleh karna itu suatu tindakan baik dan buruk,etis atau tidak etis yang bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan bagi manusia adalah baik. Dalam teori hedonistik dibawah ini:           
1.      Hedonisme bepandangan bahwa sikap atau tindakan yang baik adalah sikap atau tindakan yang dapat menimbulkan perasaan senang atau bahagia.Rumusnya:”suatu tindakan adalah baik”,artinya tindakan itu kondusif bagi kesenangan.Menurut pandangan ini ,mencari keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya adalah baik karna mendatangkan kesenangan bagi diri sendiri.
2.      Hedonisme egoistic. Hedonisme egoistic ini memiliki keyakinan bahwa “suatu tindakan adalah baik”,artinya tindakan itu kondusif bagi sebesar-besarnya kesenangan dan sekecil-kecilnya rasa sakit pada diri sendiri.Menurut pandangan ini, mencari keuntungan sebesar-besarnya dan mencegah kerugian sekecil-kecilnya adalah baik,karena mendatangkan perasaan senang dan terhindar dari perasaan tidak menyenangkan pada diri sendiri.
3.      Hedonisme Universal (Utilitarianisme).Bagi Hedonisme Universal ini,”suatu tindakan adalah baik”,berarti rindakan itu kondusif bagi sebesar-besarnya kesenangan dan sekecil-kecilnya rasa sakit pada masyarakat.Meski tidak bersikap egoistic,karena berkenaan dengan kesejahteraan social,dengan kebebasan dan demokrasi,dengan keadilan social,tetapi disebut hedonistic juga karena landasannya adalah prinsip kesenangan,kadang-kadang prinsip kegunaan (utilitarianisme).
Hedonisme ini muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM. Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat “Apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?”        
Hal ini diawali dengan Socrates yang menanyakan apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia.
B.Pendapat para Filosof tentang Hedonisme.
1.      Democritus (400-370 SM).
Demokritus adalah tokoh pertama yuang dikenal mengajarkan aliran Hedonisme dimana Democritus memandang bahwa kesenangan sebagai tujuan pokok didalam kehidupan ini.Meskipunyang dimaksud bukan terhenti pada kesenangan fisik semata-mata melainkan kesenangan fisik sebagai alat perangsang bagi berkembangnya intelektual manusia.
2.      Aristippus (433-355 SM).
Aristippus adalah salah seorang pengikut Sokrates, maka Aristippus menyetujui pendapat Socrates bahwa keutamaan adalah “mencari yang baik.”
Akan tetapi ia menyamakan yang baik ini dengan kesenangan”Hedone”.Menurutnya, akal (rasio) manusia harus memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesusahan.Hidup yang baik berkaitan dengan kerangka rasional tentang kenimatan.
Kesenangan menurut Aristippus bersifat badani (gerak dalam badan).Ia membagi gerakan itu dalam 3 kemungkinan, yaitu:
a.       Gerak kasar, yang menyebabkan ketidak senangan seperti rasa sakit.
b.      Gerak halus, yang membuat kesenangan .
c.       Tiada gerak, yaitu sebuah keadaan netral seperti kondisi saat tidur.
Aritippus memandang bahwa kesenangan sebagai hal actual,artinya kesenangan terjadi kini dan disini.
Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan.Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas. Meskipun kesenangan kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristippus, ada batasan kesenangan itu sendiri.Batasan itu berupa pengendalian diri. Meskipun demikian pengendalian diri ini bukan berarti meninggalkan kesenangan.           
Misalnya,orang yang sungguh-sungguh ingin mencapai nikmat sebanyak mungkin dari  makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya,tetapi harus dikendalikan atau dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.
3.      Epicuros (341-270 SM).
      Epicuros sebagai tokoh Hellenisme[1] ia lebih memiliki argument rinci tentang hedonisme. Ia menyerukan pada pencarian kesenangan indrawi.Kesenangan inderawi ini dengan menganggapnya sebagai kebaikan tertinggi bagi setiap perilaku manusia.Oleh karena itu kesenangan inderawi menjadi standar kebahagiaan. Namun ia mensyratkan agar kesenangan tersebut bebas dari rasa sakit, sehingga ia rela menerima sakit temporal, jika dibelakangnya terdapat kesenangan yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa Epicuros mempergunakan akal dalam membandingkan antara berbagai kesenangan yang menjamin kebahagiaan secara berkelanjutan.Rasa khawatir atau takut sakit tidak mengotori kesucian kebahagiaan itu. Mazhab Epicuros beralih dari berusaha mencari kesenangan inderawi kepada pencarian kebahagiaan spiritual yang berdasar pada petunjuk akal. Karena keinginannya yang besar akan ketenangan jiwa,maka ia tidak menyibukkan dirinya untuk sesuatu yang berujung pada kekhawatiranan dan rasa sakit, seperti mencari harta,ketenaran, atau keinginan untuk membangun keluarga.          
            Sehingga puncak hedone bagi Epicuros ialah ketenangan jiwa. Jiwa dapat meninjau kembali peristiwa-peristiwa yang menyenangkan. Jiwa dapat mengatasi keterbatasan jasmani manusia.
 Epicurisme merupakan bentuk hedonisme yang bercorak eudaemonistik.[2]


4.      Thomas Hobbes (w.1679)
            Pada abad ke-17 hedonisme dari Yunani kuno timbul kembali, di pelopori oleh seorang filsuf inggris (Thomas Hobbes) yang juga menyerukan kepada kesenangan inderawi dengan anggapan bahwa itu adalah kebaikan tertinggi yang wajib direalisasikan oleh perbuatan-perbuatan moral kita.Namun ia berbeda dengan Aristippus dan Epicuros tentang penegasan kekuasaan masyarakat dan kepatuhan terhadap penguasa.Karena dalam pandangannya, ketika kesenangan inderawi merupakan penegasan bagi kesenangan manusia dan merupakan pemeliharaan terhadap eksistensinya, maka setiap individu dalam pengusahaan atas kesenangan tidak boleh melampaui batas orang lain yang mengakibatkan berkurangnya perasaan mereka terhadap kebahagiaan sekaligus mengancam usaha-usaha mereka.Oleh karena itu Hobbes menuntut para individu untuk mewakilkan penjagaan kepentigan mereka kepada penguasa dimana mereka secara sukarela membagi sebagian kekuasaan mereka kepadanya, karena penguasa adalah utusan dari perhatian Tuhan kepada mereka.Oleh karena itu penguasa adalah kekuasaan yang membatasi makna kebaikan dan kejahatan.
5.      Jeremy Bentham (1832 SM).
            Jeremy Bentham, salah seorang filsuf Inggris juga menuntut kesenangan iderawi. Namun berbeda dengan Hobbes, ia mengatakan agar pada saat yang sama seorang individu berusaha untuk mewujudkan kesenangan dan keuntungan orang lain, tetapi dengan syarat agar ia mengorbankan kesenangan itu,jika terjadi benturan dengan kesenangan khususnya.Lalu ia mendahulukan prinsip egoisme atas prinsip altruisme[3] sebagai faktor perilaku moral.                                                                                                        Bentham membuat deskripsi-deskripsi detail tentang kesenangan inderawi yang dapat dijadikan sebagai pilihan sebelum melakukan suatu perbuatan,dengan syarat yang dirincikan sebagai berikut:
a.       Bobot kesenangan, kuat atau lemah
b.      Kontinuitasnya
c.       Sejauh mana keyakinan untuk memperolehnya
d.      Sejauh mana kemungkinan untuk memperolehnya
e.       Kesuburannya, yaitu kemungkinannya menghasilkan kesenangan lain
f.       Kemurnian yang tidak dikeruhkan oleh rasa sakit,gundah atau khawatir
g.      Sejauh mana cakupannya terhadap orang lain.
Dari syarat-syarat ini, tampak bahwa Bentham memprioritaskan peran akal sebagai kekuatan yang membedakan antara bebagai macam kesenangan inderawi serta mengkomparasikannya untuk mewujudkan keuntungan dan kebahagiaan individu.
6.      Stoisisme (366-264 SM).
Sebagai tokoh stoisisme[4] adalah Zeno yang berasal dari Citirium, Cyprus. Ajaranya mempunyai persamaan dengan Epicurus.
Pokok ajarannya adalah bagaimana manusia dalam hidupnya dapat bahagia. Untuk mencapai kebahagiaan itu manusia harus harmoni terhadap dunia (alam) dan harmoni dengan dirinya sendiri. Manusia harus harmoni dengan dunia (alam) karena manusia merupakan bagian daripada dunia (alam). Untuk mencapai harmoni dengan duniia (alam), manusia harus terlebih dahulu harmoni dengan dirinya sendiri. Apabila manusia telah mencapai harmoni dengan dirinya sendiri, maka kebahagiaan bukan lagi menjadi tujuan hidup, tetapi dalam keadaan harmoni dengan dirinya sendiri, itulah sesungguhnya manusia dalam keadaan apatheia, yaitu keadaan tanpa rasa (pathe) atau keadaan manusia dimana dirinya dapat menguasai segala perasaannya.
7.      Skeptisisme (360-270).
Tokoh skeptitisme[5] adalah Pyrrhe. Pokok ajarannya adalah bagaimana cara manusia agar dapat hidup berbahagia. Hal ini ia menengarai bahwa sebagian besar manusia itu hidupnya tidak bahagia, sehingga manusia sukar sekali mencapai kebijaksanaan. Syaratnya, manusia perlu untuk tidak mengambil keputusan karena orang yang tidak pernah mengambil keputusan itu disebut orang yang tidak pernah keliru. Untuk tidak pernah keliru itu manusia harus selalu ragu-ragu terhadap segala bentuk kebenaran dan pengetahuan. Dengan demikian, orang yang bijaksana adalah orang yang selalu ragu-ragu, dengan keraguannya itu orang tidak akan pernah keliru. Akhirnya orang tersebut dikatakan sebagai orang yang tidak pernah mengambil keputusan, dan orang yang tidak pernah mengambil keputusan itulah orang yang berbahagia.
8.      Shopisme
            Kaum Shopis[6] menyatakan bahwa keinginan untuk memperoleh kelezatan inderawi merupakan motif bagi perilaku moral, dimana individu menggunakan bebagai sarana yang memungkinkan untuk mecapai tujuan ini, tanpa melihat kebiasaan, unsur-unsur, nilai sosiologis yang berkembang, hokum social serta ajaran agama.
            Ketika pengetahuan inderawi individu merupakann standar segalanya dengan anggapan bahwa pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan dan manusia tak bias mencapai pengetahuan lain yang oleh kaum rasionalis, pengetahuan lain ini dinamakan dengan hakikat rasional universal yang tetap. Karena manusia tidak mampu mencapai pengetahuan hakiki, maka kebaikan manusia dalam pandangan kaum shopis berkaitan dengan sensasi. Jika perbuatan moral mewujudkan kesenangan inderawi, maka ia baik dan jika mengakibatkan rasa sakit atau bahaya, maka ia buruk. Manusia sendiri dapat ,mengetahui bahwa kesenangan ini adalah kebaikan yang dicarinya, atau rasa sakit dan marabahaya ini adalah keburukan yang mesti dihindarinya. Hal itu berarti bahwa individu merupakan standar kebaikan dan keburukan, atau standar keutamaan atau ketercelaan, sebagaimana ia juga menjadi standar pengetahuan. Maka apa yang dikatakannya adalah kebenaran dalam kaitannya dengan dirinya, meskipun ia bertentengan dengan orang lain.
C. Hedonisme Dalam Pandangan Islam.
       Saat ini banyak cara yang dipakai musuh-musuh islam untuk merongrong islam dan ummat islam. Diantaranya adalah dengan melancarkan ideology-ediologi budaya yang disinyalir bias menjauhkan ummat islam dari identitas keislamannya. Salah ssatu ideology tersebut bernama hedonism (kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup.), yang pada awalnya merupakan sebuah konsep filsafat etika.   
       Ali Asyyari’ati, seorang ulama’ terkemuka di Timur tengah pernah berkata bahwa tantangan terbesar bagi remaja muslim saat ini adalah budaya hedonisme tersebut. Masih banyak yang terpengaruh dengan gaya hidup liberal dan hedonis. Ini menjauhkan dan mengeluarkan mereka dari gaya hidup yang beradab, yaitu dari hokum Allah yang menciptakan manusia. Allah SWT. Berfirman:”…dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa (QS. Huud:116). Oleh karena itu, gaya hidup yang hedonis yang hanya mementingkan kesenagan pada diri sendiri tanpa memikirkan orang lain tidak dibenarkan dalam ajaran islam. 










BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
                   Hedonisme berpandangan bahwa sikap atau tindakan yang baik adalah sikap atau tindakan yang dapat menimbulkan perasaan senang atau bahagia. Sedangkan hedonism bersifat egoistic adalah sikap atau tindakan yang dapat menimbulkan perasaan senang atau bahagia tanpa memikirkan orang lain.
                   Sedang hedonism dalam pandangan islam tidak diperbolehkan, sesuai dengan firman Allah SWT. : ….dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada diri mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Akan tetapi, untuk mencapai kesenangan juga diperbolehkan asal tidak sampai melanggar aturan, dan tidak sampai merugikan orang lain.





DAFTAR PUSTAKA
Drs.H.Kaelan,MS.2002.Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Dr.Abidin,Z.2011.Pengantar Filsafat Barat,Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Achmadi,Asmoro.2005.Filsafat Umum,Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Drs. Surajiyo,2009. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Drs. Salam Burhanuddin,2009.Pengantar Filsafat,Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Dr.Farid Isma’il Fu’ad, Dr. Abdul Hamid Mutawalli,2003.Cepat Menguasai Ilmu Filsafat,Jakarta: Ircisod.



[1] Hellenisme adalah nama untuk kebudayaan, cita-cita dan cara hidup orang Yunani seperti yang terdapat di Athena di zaman Pericles. Hellenisme pada abad ke-4 SM diganti oleh kebudayaan Yunani, atau setiap usaha menghidupkan kembali cita-cita Yunani zaman modern. Lihat, Pringgodigdo, (Ed.), Ensiklopedi Umum, Kanisius, Yogyakarta, 1972,hlm. 402.
Baca, Hellenisme, Filsafat Umum, Asmoro achmadi, Jakarta,1995,hlm.60.

[2] Lihat Eudaemonisme,Pengantar Filsafat Barat, Dr.Zainal Abidin,Jakarta,2011,hlm.77.
[3] Altruisme adalah hak sifat mementingkan kepentingan orang lain/ suatu pandangan yang menekankan, bahwa kewajiban mutlak bagi manusia adalah memberikan pengabdian dan rasa cinta kepada sesama.
[4] Lihat, Filsafat Umum, Asmoro achmadi, Jakarta, 1995, hlm.61. Lihat juga Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Drs. Surajiyo, Jakarta,2009,hlm.156.
[5] Skeptisisme adalah paham yang menganut tentang keragu-raguan. Lihat, Filsafat Umum, Asmoro achmadi,Jakarta, 1995,hlm.62. Lihat juga Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Drs. Surajiyo, Jakarta,hlm.156.
[6] Lihat, Cepat Menguasai Ilmu Fillsafat, Dr. Fu’ad Farid Isma’il,Jakarta,2003,hlm.237.

Hedonisme
Posted at: 14:17

0 comments:

Post a Comment

MS